Siapa yang sembunyikan siangku?
tiada cahaya,
tiada senyuman
siapa yang mampu pecahkan malamku?
terkoyak hampa tanpa rembulan,
tanpa bintang-bintang
telah aku buat semuanya senyap,
yang tak mungkin menjadi sepi
aku tertinggal pada rongga yang kedap suara,
seperti tak sepasang daun telingapun mampu terjaga
terdiam diantara amarah yang membabi buta tak lantas cukup untuk tak berkelit
siapa yang berani merenggut rinduku?
seakan ditusuk satu jarum yang teramat runcing
siapa yang lancang mencuri hatiku?
menjadikannya rasa yang sukar dicerna
dialah kamu !.
Rabu, 26 Januari 2011
Kamu
Diposting oleh
Shinta Fazdhilah
di
22.18
0
komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook

Gambaran Tanya
Langit bisa terang dan redup bahkan gelap tak terduga
terkadang syarat isyarat yang tampak memilukan
yang ku tahu semuanya konstan,
maka,
aku sempat ragu ketika semua terasa berlebih atau bahkan menciut
aku tak ingin seperti ilalang yang dengan mudah dapat ikt bersama dengan hembusan kemanapun angin pergi
gambaran seperti apa yang mampu ilustrasikan jiwa yang dengan penuh usaha menjadikannya biasa dan condong baik, jauh lebih dari itu?
ketika nyata yang berkata belum mampu
harus bagaimana?
air parasnya memucat seakan menuju pecahnya mutiara berharga dan kemudian berlinang
selalu kupeluk ia dengan apik
tanpa melirik kekerdilan jiwa, kelemahan personal
hantarkan aku kepuncak klimaks dengan buah yang amat menawan dan buatku dapat menjadi aku yang selayaknya,
bersama laku lampah yang seirama
yakinkan aku
selalu yakinkan aku.
terkadang syarat isyarat yang tampak memilukan
yang ku tahu semuanya konstan,
maka,
aku sempat ragu ketika semua terasa berlebih atau bahkan menciut
aku tak ingin seperti ilalang yang dengan mudah dapat ikt bersama dengan hembusan kemanapun angin pergi
gambaran seperti apa yang mampu ilustrasikan jiwa yang dengan penuh usaha menjadikannya biasa dan condong baik, jauh lebih dari itu?
ketika nyata yang berkata belum mampu
harus bagaimana?
air parasnya memucat seakan menuju pecahnya mutiara berharga dan kemudian berlinang
selalu kupeluk ia dengan apik
tanpa melirik kekerdilan jiwa, kelemahan personal
hantarkan aku kepuncak klimaks dengan buah yang amat menawan dan buatku dapat menjadi aku yang selayaknya,
bersama laku lampah yang seirama
yakinkan aku
selalu yakinkan aku.
Diposting oleh
Shinta Fazdhilah
di
22.15
0
komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
